Realisme di Indonesia


REALISME
Mempengaruhi Perkembangan Teater Indonesia


Realisme adalah aliran seni yang berusaha untuk mencapai bayangan atas penggambaran kenyataan. Realisme berkembang sejak 1850-an di Prancis. Aliran ini membuat suatu pementasan penuh dengan gambaran kehidupan sehari-hari yang telah diobservasi secara detail.

Dalam perkembangan dunia teater, realisme muncul setelah aliran romantik mulai pudar. Pudarnya aliran romantik disebabkan oleh idealisme manusia yang tidak pernah menjadi kenyataan setelah masa itu. Lalu dipengaruhi pula oleh dua pikiran yang menimbulkan dampak besar. Positivisme dari Auguste Comte dan Teori Evolusi dari Charles Darwin. Di zaman modern sekarang  ini banyak (di Indonesia khususnya) kita menyaksikan  pementasan - pementasan teater realisme. Banyak seniman dan para sastrawan yang memberikan uraian panjang maupun singkat terhadap aliran realisme ini. Tetapi ada juga yang mengkritik tentang realisme terutama dalam perkembangannya di Indonesia.

Indonesia mengenal teater realis setelah masa perang berakhir bahkan mulai dipelajari secara baik setelah berdiri perguruan tinggi teater seperti ATNI [Akademi Teater Nasional Indonesia], Asdrafi [Akademi Seni Drama dan Film], dan perguruan tinggi yang lain. Kemudian beberapa kelompok teater ada yang sangat serius mendalami teater realis, seperti teater Populer nya Teguh Karya. Realisme di Indonesia harus dibaca sebagai gelombang infiltrasi, adopsi, dan proses translasi, dari sumber awalnya, yakni teater realisme Eropa. Teater etnik pra-Indonesia tidak memiliki tradisi teater realis sebab seluruh tradisi teater etnik tumbuh dalam tradisi representasi, yakni tontonan sebagai bentuk stilasi tematik dan estetik. Realisme Eropa, yang dasar epistemologinya adalah modernisme, teradopsi dalam struktur baru kebudayaan Indonesia, karena konsep Indonesia itu sendiri lahir dari ranah modernisme Eropa. Tetapi berbeda dengan Max Arifin, seorang penggiat teater menuliskan dalam uraian singkatnya bahwa generasi baru teater Indonesia sedang kehilangan referensi. Dia sering menyebut teater sebagai study. Sebab itu ia menduga, dengan kembalinya teater gaya realis, ada usaha untuk mengembalikan pada tradisi berpikir. Dalam buku Jagad Teater [Bakdi Sumanto : 2001], diterangkan semangat realisme yang sebenarnya adalah untuk merangsang seniman agar kritis terhadap diri sendiri. Sayangnya, sikap kritis untuk mengembangkan teaternya sendiri tidak diberi banyak kesempatan untuk tumbuh.

Stanislavski menekankan salah satu aspek penting dalam teater realisme adalah persiapan seorang aktor menjadi intelektual, punya bobot emosional yang terjaga baik, bukan cuma pemain. Stanislavski menekankan dialog dengan penafsiran secara liris kata demi kata, kalimat demi kalimat, sampai si aktor dapat merasakan kata dan kalimat itu. Intonasi dialog, diksi yang bernyanyi, gestur dan mimik, dan berbagai prasyarat pelik, membuat Stanislavski tak mati-mati di negeri ini. Padahal masih diragukan apakah dalam mempelajari karya-karya Stanislavski calon aktor betah digembleng secara tahap demi tahap dengan merasakan secara praktik pikiran-pikiran seni peragaan sastra Stanislavski.

Realisme sangat mempesona karena berbeda sekali dengan gaya Presentasional. Para penonton tidak jarang ikut hanyut dalam laku cerita sehingga mereka merasakan bahwa apa yang terjadi di atas pentas adalah kejadian sesungguhnya. Lalu bagaimana ciri-ciri realisme itu sehingga bisa begitu mempesona? Yang digambarkan dalam lakon - lakon realis bukanlah pahlawan-pahlawan dan bajingan - bajingan yang eksotik, tetapi masalah-masalah biasa.
Bukan mimpi - mimpi dan fantasi - fantasi, tetapi observasi kehidupan yang aktual. Didasarkan pada observasi yang hati - hati terhadap orang-orang biasa dan tempat-tempat yang riil. Contohnya, naskah berjudul Pinangan karya Anton Chekov sangat mengulas masalah yang biasa bahkan tidak penting disetiap dialog antar tokohnya. Dalam naskah Pinangan itu Chekov menggambarkan kegundahan hati seorang pria yang ingin meminang wanita pujaan hatinya tetapi sulit untuk mengungkapkannya. Sehingga pria itu memancing emosi wanita dengan membahas masalah tanah lapang. Tidak hanya itu bahkan seekor anjing pun bisa menjadi pokok permasalahan dalam naskah ini. Sungguh masalah yang biasa. Chekov lebih menekankan situasi riil yang harus terbangun dari setiap dialognya.  

Ciri - ciri panggung realis dibagi atas wilayah - wilayah yang mempunyai nilai sendiri - sendiri di setiap wilayahnya. Seperti pentas dibagi ke dalam sembilan wilayah. Dengan pembagian wilayah ini diharapkan para aktor akan segera menganalisis arena permainan mereka. Aktor juga harus saling bermain di antara mereka, beranggapan seolah-olah penonton tidak ada sehingga mereka benar-benar memainkan sebuah cerita seolah-olah sebuah kenyataan. Menciptakan dinding keempat (the fourth wall) sebagai pembatas imajiner antara penonton dan pemain. Dan yang paling penting adalah menggunakan bahasa sehari-hari.

Ada yang menganggap, teater realis bisa menjadi ‘alat’ pembunuhan teater. Jika realisme dituntut untuk membuat seniman lebih kritis dan kreatif seharusnya kita butuh wacana teater realis yang Indonesia. Bukan adopsi dari barat. Naskah – naskah yang ada sekarang ini lebih banyak hanya adopsi dari naskah – naskah para penulis barat seperti Henrik Ibsen, Anton Chekov, Alexander Dumas.

Mengapa dikatakan bahwa realisme menguasai panggung teater modern? Berdasarkan pengertian yang terurai, realisme adalah salah satu jenis teater yang paling gampang dan mudah ditangkap oleh penonton. Karena sudah jelas yang dipentaskan itu tidak jauh dari realitas kehidupan sehari – hari. Hanya saja akan terlihat sedikit berbeda ketika sudah naik ke panggung dan di bantu oleh tata artistik yang menyerupai artistik alam sebenarnya. Sedangkan Asarpin menuliskan dalam uraian nya bahwa sudah banyak yang menggugat fenomen teater yang menampilkan dialog yang tidak cerdas dan hanya berlarut - larut sehingga tidak mempunyai ruang untuk persiapan batin seorang aktor, apalagi sampai menggarap detail di tingkat tubuh aktor. Wajar saja jika suatu waktu orang rindu lagi dengan teater monolog sebagai jalur alternatif menghadapi kebuntuan.

Realisme menjadi sebuah wadah pembelajaraan yang mendasar bagi para pecinta teater yang baru akan memulai. Karena untuk mewujudkannya tidak diperlukan berbagai macam teori, sebab praktek nyata sudah terlihat jelas dalam kehidupan. Tinggal bagaimana kecerdasaan seorang sutradara memindahkan kejadian nyata sehari – hari ke atas panggung pertunjukkan teater. Inilah yang membuat realime mempengaruhi teater Indonesia. Walaupun ada yang setuju dan tidak setuju dengan realisme, tetapi realisme lah yang membuat teater Indonesia berkembang dan lebih enak untuk disaksikan.

Aliran Aliran Dalam Kesusastraan

Beberapa aliran dalam kesusastraan seharusnya menjadi perhatian kita (KERLIPers) juga sebagai penggiat seni. Selama kita bermain teater, bermusikalisasi puisi, dan juga menulis beberapa sastra, kita belum sempat membahas apa saja aliran di dalam kesusastraan itu. Untuk itu, mari sama-sama kita mempelajari aliran aliran dalam kesusastraan.

---------------------selamat membaca--------------------


Aliran-aliran dalam kesusastraan memiliki kesamaan dengan aliran dalam kesenian yang lain, misalnya dalam seni lukis, seni drama, bahkan dalam dunia filsafat dan kehidupan sosial. Aliran dalam kesusastraan berhubungan erat dengan pandangan hidup dan kejiwaan pengarang dan penyair, serta biasanya terekspresikan dalam karya-karya mereka. Artinya, kita memasukkan seorang sastrawan/sastrawati ke dalam aliran tertentu,  hendaknya berdasarkan buah cipta mereka. Dengan demikian, seorang pengarang bisa dimasukkan ke dalam beberapa aliran, karena corak karyanya yang bermacam-macam. Sementara itu, sebuah novel, cerpen, puisi  atau teks drama bisa dijadikan beberapa contoh yang menunjukkan bahwa seorang pengarang menganut beberapa aliran.

Ambillah contoh “Nyanyi Sunyi” karya Amir Hamzah, “Ziarah”, “Merahnya Merah”, dan “Kering” karya Iwan Simatupang, “Gadlob” dan “Adam Makrifat” karya Danarto, “Harimau! Harimau!”, “Jalan Tak Ada Ujung” dan “Maut dan Cinta” karya Muchtar Lubis. Antologi puisi “Nyanyi Sunyi” bisa digunakan contoh untuk romantisme, mistisme, atau religiusme, tiga novel Iwan yang tadi telah disebut untuk absurdisme dan eksistensialisme, karya-karya Danarto untuk mistisisme, simbolisme dan absurdisme, karya-karya Muchtar Lubis untuk idealisme, humanisme, psikolonialisme.

Aoh. K.Hadimadja dalam bukunya “Aliran-aliran Klasik Romantik, dan Realisme dalam Kesusastraan” mengatakan bahwa “aliran itu tidak lain daripada keyakinan yang dianut golongan-golongan pengarang yang sepaham, ditimbulkan karena menentang paham-paham lama. Adakalanya para penganut aliran yang sama tidak sepaham benar-benar, akan tetapi pada dasarnya mereka tidak bertentangan, dan ciri-cirinya pengarang membawa pembawaan dan kepribadian yang khas atau ada seorang karena ciri-ciri yang umum itu, mereka dapat digolongkan ke dalam aliran tertentu”.

Sementara itu H.B. Jassin dalam bukunya “Tifa Penyair dan Daerahnya” menyatakan bahwa aliran dalam sastra dapat “ mengenai cara pengucapan daripada isi yang diucapkan, “ tetapi “ ada pula aliran-aliran yang menyatakan isi“.

Dari penjelasan di atas dapatlah kita pahami bahwa aliran dalam sastra sebenarnya berpangkal pada kesadaran sastrawan untuk menentang paham atau aliran sebelumnya. Perlawanan menentang paham atau aliran lama itu diwujudkan dalam bentuk ciptaan yang menunjukkan ciri lain daripada yang ada sebelumnya. Ingatkah Anda pada kumpulan sanjak “Tiga Menguak Takdir”? Kumpulan sajak itu sebenarnya merupakan bukti perlawanan kelompok penyair muda (Chairil Anwar, Rivai Apin, Asrul Sani) terhadap Sutan Takdir Alisjahbana. Perlawanan itu bertolak dari konsepsi kesenian yang berbeda antara dua kelompok sastrawan itu (Pujangga Baru versus Angkatan ‘45).

Di Indonesia sebenarnya adanya aliran yang secara sadar diperjuangkan untuk menentang paham atau aliran sebelumnya belum banyak terjadi. Hal ini salah satu di antaranya disebabkan oleh usia sejarah sastra Indonesia yang belum begitu lama.

Salah satu indikator (petunjuk) adanya golongan yang menentang kelompok sastrawan sebelumnya adalah : adanya suatu manifestasi yang menyatakan pendirian kelompok itu dalam memperjuangkan gagasan-gagasan barunya. Angkatan ‘45 misalnya dengan manifestasi yang tercantum pada “ Surat Kepercayaan Gelanggang “ menyatakan pendirian kelompok tersebut, yang berbeda pendirian dari kelompok sastrawan Pujangga Baru, sementara itu              “ Manifes Kebudayaan “ (17 agustus 1963) lebih banyak merupakan sikap politik dari sastrawan kelompok bebas (Manifes) terhadap sastrawan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), daripada pernyataan melawan kelompok sastrawan generasi sebelumnya. Hal ini disebabkan sastrawan kelompok Manifes dan kelompok Lekra hidup sezaman.

Berikut ini akan kita pelajari beberapa aliran dalam sastra. Hendaknya dipahami bahwa aliran-aliran yang disebutkan di sini tidak menjamin bahwa sastrawannya secara sadar ingin memperjuangkan gagasan-gagasan aliran, dengan konsep atau pengertian aliran. Dapat kita indentifikasi karya sastra tertentu termasuk ke dalam kategori aliran sastra tertentu. Hendaknya kita sadari bahwa masalah aliran ini bukan merupakan monopoli bidang sastra. Aliran-aliran itu dapat berlaku dalam bidang seni lainnya, terutama pada seni lukis. Demikianlah jika kita berbicara tentang aliran realisme, maka aliran itu tidak hanya khusus berlaku pada sastra, tetapi juga berlaku pada seni lukis. Penjelasan berikut ini tidak berdasarkan pada urutan sejarah kelahirannya.

 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------

REALISME
Aliran ini mengutamakan realitas kehidupan. Sastra realis merupakan kutub seberang dari sastra imajis. Apa yang diungkapkan para pengarang realis adalah hal-hal yang nyata, yang pernah terjadi, bukan imajinatif belaka. Biografi, otobiografi, true-story, album kisah nyata, roman sejarah, bisa kita masukkan ke sini. Sastra realis juga berbeda dengan berita surat kabar atau laporan kejadian, karena ia tidak semata-mata realistik. Sebagai karya sastra, ia pun dihidupkan oleh pijar imajinasi dan plastis bahasa yang memikat.
Novel “Fatimah“ karya Titie Said, “Rindu Ibu adalah Rinduku” karya Motinggo Boesye, “Bilik-bilik Muhammad” karya A.R.Baswedan, skenario  “Arie Anggara“ karya Arswendo Atmowiloto, novel biografis “Pangeran dari Seberang“ karya N.H.Dini tentang Amir Hamzah, novel “Dari Hari ke Hari“ Mahbub Junaidi, “ Guruku Orang Pesantren “ Syaifuddin Zuhri merupakan sekadar contoh sastra realis ini. Ia berusaha berjujur terhadap kenyataan, tetapi hal-hal yang peka, diungkapkan dengan cukup etis dan sublim.
M.H. Abrams dalam kamusnya “ Glossary of Literary Terms “ menyebutkan bahwa realisme digunakan dalam 2 pengertian :
a. Untuk mengidentifikasi gerakan sastra pada abad XIX, khususnya prosa fiksi.
b. Menunjukkan cara penggambaran kehidupan di dalam sastra. Fiksi realistik sering dioposisikan dengan fiksi romantik. Di dalam romantik disajikan kehidupan yang lebih indah, lebih berani mengambil resiko, dan lebih heroik, dari pada yang nyata.

SURREALISME
Aliran yang terlalu mengagungkan kebebasan kreatif dan berimajinasi sehingga hasil yang dicapai menjadi antilogika dan antirealitas. Bisa jadi apa yang terungkap itu pada mulanya berangkat dari kenyataan sekitar, tetapi karena desain imajinasinya itu sudah demikian sarat, kuat dan jauh, ia terasa ekstrim dan radikal. Ada semacam keadaan trans (hanyut/kesurupan) di sana, sesuatu yang tidak kita temukan dalam realisme maupun naturalisme.
Surrealisme lebih dekat terhadap absurdisme daripada terhadap realisme. Dari sisi tertentu sanjak-sanjak Rendra “ Khotbah “, “ Nyanyian Angsa “,             “ Mencari Bapa “, cerpen-cerpen Danarto “ Godlob “, “ Kecubung Pengasihan “, “ Rintrik “, “ Sanu, Infinita Kembar “ Motenggo Boesye bisa ditunjuk sebagai contoh surrealisme.
Surrealisme merupakan gerakan di kalangan pengarang dan pelukis di Perancis, yang dimulai sekitar tahun 1920 an. Gerakan ini menghendaki adanya kebebasan dalam kreativitas artistik, mengungkapkan bawah sadar dengan imaji-imaji tanpa adanya urutan atau koherensi (seperti di dalam mimpi), membebaskan diri dari alasan yang logis, standar moralitas, konvensi dan norma-norma sosial dan artistik.
Surrealisme dapat diartikan sebagai melebihi realisme, karena surrealisme juga mengagung-agungkan asosiasi yang bebas serta penulisan secara otomatis, fantasi yang tak terkendali serta asosiasi yang bebas mewakili suatu dunia yang lebih realistis daripada kenyataan yang riil. Surrealisme mencoba mengeksploatasi materi-materi di dalam mimpi, keadaan jiwa antara tidur dan jaga, dan menyerahkan penafsirannya kepada pembaca.
H.B. Jassin menyatakan bahwa “Surrealisme menghendaki keseluruhan dan kesewaktuan…Sebab itu hasil kesusastraan surrealisme jadi sukar untuk menurutkannya, logika hilang, alam benda dan alam pikiran dan angan-angan bercampur baur dalam keseluruhan dan kesewaktuan.

ABSURDISME
Aliran dalam kesusastraan yang menonjolkan hal-hal yang di luar jalur logika, satu kehidupan dan bentang peristiwa imajinatif, dari alam bawah sadar, suasan trans. Pengarang aliran ini punya kesan mengada-ada, sengaja menyimpang dari konvensi kehidupan dan pola penulisan, tetapi pada super starnya, nampak kuat kebaruan dan kesegaran kreativitas mereka, bahkan kegeniusan mereka. Umumnya, mereka ini pernah pula sukses sebagai pengarang konvensional, sebagaimana para pelukis abstrak yang sempat meroket dan malang melintang di langit dunia mereka, bukan sunyi dari penciptaan lukisan-lukisan naturalis. Dramawan kontemporer/absurd yang tersohor, misalnya Putu Wijaya, N. Riantiarno dan Arifin C. Noer, juga punya seabrek karya  konvensional.
Di langit sastra Indonesia, absurdisme sudah memancar dan mendarah daging pada karya-karya Iwan Simatupang di dasawarsa 60 an, baik dalam dramanya “ Petang di Sebuah Taman “, dan “ RT 0 RW 0 “, cerpen-cerpennya yang terakit dalam “ Tegak Lurus dengan Langit “, maupun dalam empat novel monumentalnya : “ Kering “, “ Merahnya Merah “, “ Ziarah “, “ Koooong “. Ternyata, kehidupan yang serba mungkin dan dirias renda-renda absurditas ini banyak mengilhami lahirnya sastra absurd, sebagai bisa diciptakan oleh penyair Sutarji Calzoum Bachri dalam “ O  Amuk  Kapak “, “ Yudhistira Ardi Noegraha dalam “ Omong Kosong “, dan “ Sajak Sikat Gigi “, serta  oleh Ibrahim Sattah dan Sides Sudiarto Ds. dalam sanjak-sanjak mereka, oleh pengarang Budi Darma dalam kumcerpen “ Orang-orang Bloomington” “, oleh Putu Wijaya dalam karya-karya sastranya “ Telegram “, “ Stasiun “, “ Lho “, “ Keok “, “ Sobat “, “ Gres “, di samping drama-dramanya “ Anu “, “ Dag Dig Dug “, “ Aduh “, “ Zat “, oleh Arifin C. Noer dalam “ Kapai-kapai “, “ Mega-mega “, “ Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi “, oleh N. Riantarno dalam “ Bom Waktu “, “ Opera Kecoak “ dan naskah saduran “ Perempuan-perempuan Parlemen “.

PSIKOLOGISME
Aliran yang mengutamakan pembahasan masalah kejiwaan dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa dalam cerita. Dalam novel, suasana jiwa dan konflik batin para pelaku disoroti dengan tajam, detail dan mendalam. “ Belenggu” Armijn Pane, “ Atheis “ Achdiat Kartamiharja, “ Royan Revolusi “ dan “ Kemelut hidup “ Ramadhan K.H., “ Damai dalam Badai “ dan “ Cintaku Selalu Padamu “ Motenggo Boesye, “ Bila Malam Bertambah Malam “ Putu Wijaya, novel-novel N.H. Dini, Titie Said, La Rose, Ike Supomo, Marga T., Ashadi Siregar, Ahmad Tohari, bisa disebut sebagai novel psikologi.

ALIRAN ROMANTIK
Sastra romantik ditandai dengan ciri-ciri : keinginan untuk kembali ke tengah alam, kembali kepada sifat-sifat yang asli, alam yang belum tersentuh dan terjamah tangan-tangan manusia. Istilah ini juga mencakup ciri-ciri adanya : keterpencilan, kesedihan, kemurungan, dan kegelisahan yang hebat. Kecuali itu romantik juga cenderung untuk kembali kepada zaman yang sudah menjadi sejarah, masa lampau yang terkadang melahirkan manusia-manusia besar. Pengungkapan yang romantis sering dikaitkan dengan percintaan yang asyik dunia muda-mudi yang masih hijau dan belum banyak pengalaman. Tokoh-tokoh dalam fiksi romantik sering digambarkan dengan sangat dikuasai oleh perasaannya dalam merumuskan segala persoalan. Dikisahkan juga tokoh-tokoh yang tak tahan menghadapi hidup yang keras dan kejam. Mereka itu kemudian ada yang lari kegunung atau tempat terpencil lainnya yang dirasakannya jauh dari kekerasan hidup.
Aoh K. Hadimadja menyatakan bahwa salah satu ciri alam romantik tokoh-tokohnya suka membunuh diri, karena terlalu kuat dihinggapi perasaan.
Romantisme, aliran yang mementingkan curahan perasaan yang indah dan menggetarkan yang diungkapkan dalam estetika diksi dan gaya bahasa yang mendayu-dayu membuai sukma. Contoh : puisi-puisi Amir Hamzah “ Buah Rindu“, “ Karena Kasihmu “, “ Memuji Dikau “, “ Mengawan “, “ Do’a “, karya-karya Hamka “ Tenggelamnya Kapal Van der Wijk “, “ Di Bawah Lindungan Ka’bah “, “ Di dalam Lembah Kehidupan “, roman “ Upacara “ dan kumpulan sanjak “ Nyanyian Ibadah “ nya Korrie Layun Rampan, kumpulan sanjak              “ Romance Perjalanan “ Kirjomulyo, “ Buku Puisi “ nya Hartoyo Andangjaya.

EKSISTENSIALISME
Liaw Yock Fang dalam bukunya “Ikhtisar Kritik Sastra” menyatakan bahwa “Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang kemudian menjadi landasan suatu aliran sastra.”
Ajaran yang pokok dari eksistensialisme ialah bahwa manusia adalah apa yang diciptakannya sendiri. Manusia tidak ditakdirkan oleh Tuhan. Jika ia menolak memilih atau membiarkan dirinya dipengaruhi oleh kekuatan luar, itu adalah kesalahannya sendiri. Karena itu, karya sastra eksistensialisme sangat mementingkan perbuatan –termasuk perbuatan kemauan- sebagai unsur-unsur yang menentukan. Unsur-unsur dasar dari manusia seperti irrasionalitas, ketidak sadaran dan kebawahsadaran juga dipentingkan. Kehidupan dipandang sebagai sesuatu yang dinamis, yang terus mengalir sedangkan kehidupan manusia adalah rentetan saat-saat yang berurutan”.

Fuad Hasan dalam bukunya “Berkenalan dengan Eksistensialisme” mencoba memprkenalkan suatu alam pikiran yang dewasa ini dikenal dengan nama eksistensialisme, dengan membutiri pendapat filsuf eksistensialis melalui hasil-hasil karya sastranya. Beberapa pikiran tokoh eksistensialisme itu dikutipkan berikut ini :
Manusia adalah pengambil keputusan dalam eksistensinya. Apapun keputusan yang diambilnya tak pernah ia mantap sempurna (Kiergaard).
Manusia akan terus menerus dihadapkan pada pilihan-pilihan (Kiergaard).
Dalam hidup ini yang kuatlah yang akan menang, maka kebajikan utama dalam kehidupan adalah kekuatan, apa yang baik, harus kuat ; sebaliknya segala yang lemah adalah buruk dan salah (Niezseche).
Dalam pergaulan antara manusia maka yang harus ditumbuhkan dalam manusia-manusia agung yaitu manusia yang oleh kekuatan tak bisa mengatasi kumpulan manusia-manusia dalam massa (Nietzseche).

FILSAFATISME
Aliran yang mengedapankan hadirnya nilai-nilai filsafati, suatu pemikiran mendalam makna hidup, yang biasanya berangkat dari penghayatan personal. Para pengarang dan penyair yang karya-karyanya kental berkadar filsafat disebut pujangga. Tidak sedikit di antara mereka sekaligus filsuf.
Dari R.A. Kartini, R. Ng. Ronggowarsito, Muhammad Iqbal, Kahlil Gibran, Frans Kafka, Iwan Simatupang, Subagio Sastrowardoyo, Putu Wijaya, Emha Ainun Najib, banyak terlahir sastra filosofis.
Sastra filosofis ada yang berkadar humanis, adapula yang religius. Di sisi lain kita temukan spiritualisme, aliran yang mementingkan nilai-nilai ruhani, kehidupan batiniah, yang menuju kebajikan dan kesempurnaan. Spiritualisme berbeda dengan psikologisme, karena spiritualisme sudah mengacu ke moral luhur, sedang psikologisme membahas kehidupan dari segi jiwanya, lepas dari masalah atau tanpa keharusan penyampaian-penyampaian nilai-nilai dan akhlak mulia.
Sanjak-sanjak ruhani bisa merupakan bagian dari filsafatisme, di samping ia sendiri merupakan perwujudan spiritualisme. Filsafatisme bisa berangkat dari pikiran, bisa pula diilhami wahyu atau mewujudkan renungan hati nurani. Contoh-contoh di bawah ini bisa dimasukkan ke dalam filsafatisme, tetapi juga benar untuk dimasukkan ke dalam spritualisme.

EKSPRESIONISME DAN IMPRESIONISME
M.H. Abrams menyatakan bahwa ekspresionisme adalah gerakan dalam sastra dan seni di Jerman yang mencapai puncaknya pada periode 1910 – 1952. Para pelopornya seniman dan pengarang yang dengan bermacam cara menyimpang dari penggambaran yang realistik tentang kehidupan dan dunia. Mereka mengekspresikan pandangan seni mereka atau emosi secara kuat. Ekspresionisme tidak pernah merupakan suatu gerakan yang dirancang secara baik. Dapat dikatakan bahwa ciri utama ekspresionisme adalah pemberontakan melawan tradisi realisme dalam bidang sastra dan seni, baik dalam hal pokok persoalannya (subyect matter) maupun gayanya (style).

A.F. Scott dalam kamusnya Current Literary Terms A Concis Dictionary menyatakan bahwa impresionisme merupakan cara menulis karangan yang tidak memperlakukan realitas secara obyektif, tetapi menyajikan kesan-kesan (impressions) dari pengarangnya. Istilah impressionisme ini berasal dari dunia seni lukis pad paruh pertama abad ke 19 di Perancis.
Sementara itu H.B. Jassin menyebutkan bahwa “ suatu lukisan yang impresiomistis kelihatannya seperti belum selesai. Baru hanya skets. Segala sesuatu tidak dilukiskan pikiran-pikiran yang sudah masak dipikirkannya,…..dia hanya mau melukiskan kesannya sepintas lalu, kesan pertama yang segar “.

MELANKHOLISME
Aliran dengan karya-karya penuh warna muram, sendu, kehidupan yang getir dan tragis, sarat ratapan dan rintihan. Kisah cinta klasik, drama-drama dalam film India, cerita-cerita dengan tema kemiskinan, kemalangan hidup dan penderitaan termasuk melankholisme. “ Di dalam Lembah Kehidupan “, “ Tenggelamnya Kapal Van der Wijk “, “ Di bawah Lindungan Ka’bah “ karya Hamka,    “ Buku Harian Seorang Penganggur “ dan cerpen-cerpen serta drama-drama Muhammad Ali, puisi-puisi Amir Hamzah dalam “ Buah Rindu “, kebanyakan sanjak-sanjak Leon Agusta, merupakan sastra melankholik. Lagu-lagu Rinto Harahap, Charles Hutagalung, Benny Panjaitan, A. Riyanto bisa dimasukkan ke sini.

IRONISME
Aliran yang mementingkan nada mengejek, kadang terus terang, kadang melalui sindiran-sindiran. Bisa juga, karya itu sebenarnya merupakan kritik tajam terhadap kondisi sosial atau perilaku tokoh tertentu. “ Melaut Benciku “ Amal Hamzah, “ Kisah Sebuah Celana Pendek “ Idrus, beberapa cerpen Hamsad Rangkuti dan  “ Sumpah WTS “ dan “ Catatan Harian Seorang Koruptor “ F. Rahardi merupakan contoh ironisme.

NIHILISME
Aliran yang mengekspos peristiwa atau pemikiran-pemikiran, bisa saja sampai tingkat filsafat, tanpa landasan moral kemanusiaan, apalagi Keilahian. Cerita-cerita yang ateistik, komunistik, sekuleristik, chauvinistik bisa dimasukkan ke dalam fiksi nihilis. Ada memang, cerita yang menghadirkan paham-paham penafian Tuhan, pemasabodohan agama dan penghalalan segala cara untuk mencapai tujuan, misalnya “ Atheis “ nya Achdiat Kartamihardja, tetapi karena tenden pengarang tidak ke sana sebagai justru terlihat dalam sikap Achdiat yang mengkritik tokoh-tokoh ceritanya itu, maka karangan tersebut tidak bisa digolongkan ke dalam nihilisme.

NATURALISME
Aliran yang mementingkan pengungkapan secara terus-terang, tanpa mempedulikan baik buruk dan akibat negatif. Pengarang naturalis dengan tenangnya menulis tentang skandal para penguasa atau siapapun, dengan bahasa yang bebas dan tajam. Pornografi, karya mereka jatuh menjadi picisan, bukan tabu bagi mereka. Biasanya, hal ini benar-benar mereka sadari, bahkan mereka pun sempat membanggakan naturalisme ini sebagai gaya mereka. Kumpulan sanjak F. Rahardi, “ Catatan Harian Sang Koruptor “ dan “ Sumpah WTS “, beberapa sanjak Rendra “ Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta “, “ Rick dari Corona “, “ Sajak Gadis dan Majikan “, Sajak SLA “ bisa ditunjuk sebagai contoh pengibar aliran ini. Dari khazanah lama “ Surabaya “ nya Idrus bisa digunakan sebagai  contoh meskipun tidak seseru punya F. Rahardi dan Rendra.

DETERMINISME
Istilah determinisme berasal dari doktrin filsafat yang menyatakan bahwa setiap kejadian atau peristiwa itu ada penyebabnya. Dalam sastra, determinisme mencoba menggambarkan tokoh-tokoh cerita dikuasai oleh nasibnya, sehingga tokoh tersebut tidak sanggup dan tidak mampu lagi ke luar dari takdir yang telah jatuh pada dirinya.
Takdir yang dimaksudkan di sini bukanlah takdir dari Tuhan sesuai dengan konsepsi yang berlaku pada agama langit, melainkan takdir yang lebih tepat dikatakan sebagai akibat yang tak dapat dielakkan karena peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya, berupa faktor-faktor biologis, lingkungan dan sosial.
H.B. Jassin menyatakan bahwa nasib itu “ ditentukan oleh keadaan masyarakat sekitar, kemiskinan, penyakit, darah keturunan, dalam hubungan sebab akibat. Menurut ilmu keturunan, ayah atau ibu yang jahat akan menurunkan sifat-sifat jahatnya pada anaknya atau cucu-cucunya, biarpun keturunannya itu bermaksud baik, mau memperbaiki dirinya……….Apabila si orang tua jahat, maka itu bukan pula karena sudah ditakdirkan Tuhan demikian, tetapi karena keadaan masyarakat yang serba bobrok, orang hidup dalam kemiskinan yang sangat, pembagian harta kekayaan antara manusia tidak adil “.
(contoh novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” oleh Hamka)
Determinisme berpendapat bahwa tragedi hidup manusia sudah tercetak dalam kemutlakan, merupakan paksaan nasib yang tak bisa ditembus oleh segenap daya dan ikhtiar sang pelaku. Orang sadar dengan kodratnya, sebagai wong cilik, sebagai hamba sahaya, sebagai sang kurban, sehingga tidak akan banyak menuntut. Ia legawa-legalila nrima ing pandum menerima suratan nasib, seperti yang terjadi pada Maria Magdalena Pariyem dalam liris prosanya Linus Suryadi Ag. . Atau, seperti skenario semula, memang tragis penuh tangis. Determinisme bisa dijumpai dalam “ Trilogi Oedipus “ nya Sophokles, “ Tragedi Sangkuriang “, “ Pengakuan Pariyem “ nya Linus Suryadi AG, novel “ Kuterima Penderitaan Ini, Ibu “ Motenggo Boesye,  tokoh-tokoh cerita Iwan Simatupang,  Putu Wijaya, Arifin C yang papa. (baca “Merahnya Merah” dan “Kering” karya Iwan, “Pol” dan “Stasiun” karya Putu, “Mega-mega”, “Kapai-kapai”, “Umang-umang” klarya Arifin.

SIMBOLISME
Pengungkapan simbolis tidak secara harfiah, melainkan dengan simbol-simbol. Sebuah simbol berarti sesuatu yang bermakna sesuatu yang lain. Bunga mawar sebagai simbol dari kecantikan.
Simbolisme merupakan aliran dalam sastra yang mencoba mengungkapkan ide-ide dan emosi lebih dengan sugesti-sugesti daripada menggunakan ekspresi langsung, melalui objek-objek, kata-kata dan bunyi. Aliran ini merupakan reaksi terhadap  realisme dan naturalisme yang hanya berpijak pada kenyataan semata. Sastra simbolik banyak menggunakan simbol atau lambang dalam mengungkapkan pemikiran, emosi, secara samar-samar dan misterius.
Karya simbolik terkadang sukar dipahami dan hanya secara samar-samar ditangkap maknanya.
Penyair simbolik bahkan menyukai yang samar-samar itu, oleh karena bagi mereka puisi harus merupakan teka-teki bagi orang biasa, tetapi sebenarnya merupakan musik yang indah bagi yang dapat menghayati dan menikmatinya. Puisi simbolik mencapai keindahannya dengan mengungkapkan objek secara tidak langsung, secara sugestif, dan dengan memperhitungkan efek musiknya yang mengandung makna.
Simbolisme, banyak menggunakan kata-kata kias, lambang-lambang, kata-kata yang bermakna simbolik untuk melukiskan sesuatu. Sesungguhnya, semua fabel (misalnya “Serial Kancil”, “Hikayat Kalilah dan Daminah”) adalah contoh tepat simbolisme ini. “ Dengar Keluhan Pohon Mangga “, karya Maria Amin,                “ Musyawarah Burung “ karya Fariduddin Attar, “ Kucing “ sanjak Sutardji Q.B., “ Ikan-ikan Hiu, Ido, Homa “ karya Y.B. Mangunwijaya, “Ular  dan  Kabut“ sanjak Ayip Rosidi, “Sebuah Lok Hitam“ puisi Hartoyo Andangjaya, hanya sekadar contoh sastra simbolik ini.

IDEALISME
Aliran dalam kesusastraan yang mengungkapkan hal-hal yang ideal, pengarangnya penuh perasaan dan cita-cita. Mereka berpendapat, sastra punya peran untuk suatu perubahan sosial ke arah yang positif. Sastra bertenden, sebutan untuk karya-karya pengarang idealis, diharapkan mampu mengubah sikap hidup masyarakat atau pembaca dari yang kurang baik menjadi baik, dari yang statis menjadi dinamis, dari yang malas menjadi rajin, dan seterusnya.
Contoh : “Habis Gelap Terbitlah Terang“ karya  R.A. Kartini;
“Layar Terkembang“ karya  Sutan Takdir Alisjahbana
“Kemarau“ karya A.A. Navis, cerpen “Kadis“ karya Muhammad Diponegoro.
Cerpen  “Sisifus” karya Muhammad Fudoli Zaini

HEROISME
Aliran yang mencuatkan nilai-nilai kepahlawanan, kecintaan terhadap tanah air dan figur teladan bangsa, serta semangat membela tanah air. “Bende Mataram“ karya Muhammad Yamin, “Diponegoro“ karya Chairil Anwar,  “Monginsidi“ karya Subagio Sastrowadojo, “Tanah Tumpah Darah“ karya Sitor Situmorang, “Stasiun Tugu“ karya  Taufik Ismail, “Ode bagi Proklamator“ karya  Leon Agusta, dan tentu saja lagu kebangsaan “Indonesia Raya“ dan lagu-lagu nasional “Ibu Kita Kartini“, “Satu Nusa Bangsa“, “Padamu Negeri“, “Rayuan Pulau Kelapa“, juga lagu-lagu “Sepasang Mata Bola“, “Melati Tapal Batas“,  “Pantang Mundur“, merupakan contoh-contoh heroisme ini. “Percikan Revolusi“ dan “Cerita-cerita dari Blora“ karya Pramudya serta cerpen-cerpen revolusi Trisno Yuwono “Di Medan Perang“ dan “Laki-laki dan Mesiu“ bisa dimasukkan ke sini. Heroisme pun kita temukan pada lagu-lagu tertentu ciptaan Leo Kristi dan Gombloh almarhum.

RELIGIUSISME
Religiusme, aliran yang mementingkan nilai-nilai keagamaan atau renungan tentang Tuhan dan manusia di hadapan-Nya. Sastra religius dimiliki oleh setiap agama, juga oleh sastrawan yang punya penghayatan personal terhadap Tuhan. “Gitanyali“ karya Rabindranath Tagore, “Rindu Dendam“ karya Y.E. Tatengkeng,    “Kata Hati“ karya Samadi, beberapa sanjak Rendra dalam “Sajak-sajak Sepatu Tua“, “Balai-balai“, “Sajadah Panjang“, “Aisyah Adinda Kita“ karya Taufik Ismail, “99 untuk Tuhanku“ karya Emha Ainun Najib, “Nyanyian Ibadah” karya Korrie Layun Rampan, cerpen “Di dalam Kereta Api Perjalanan Hidup“ karya Riyono Pratikto, novel “Rindu Ibu adalah Rinduku“ dan “Perempuan-perempuan Impian“ karya Motenggo Boesye, “Wirid“ karya Ikranegara, novel “Ibuku Sayang“ karya Teguh Esha adalah sekadar contoh sastra religius yang bisa dijumpai.

TRANSENDENTALISME
Aliran yang mengetengahkan nilai-nilai transendental, renungan-renungan hidup yang mendalam, yang metafisis (di atas hal-hal yang fisik/nampak). Kalau sastra sufi merupakan katarsisme, maka sastra aliran ini kebanyakan bersifat kontemplatif. Sanjak-sanjak Afrizal Malna dalam “Abad yang Berlari”,
“Isyarat“ dan “Suluk Awang-uwung“ karya Kuntowijoyo, cerpen-cerpen Danarto dan Hamid Jabbar, serta Ahmad Tohari, sanjak-sanjak Umbu Langgu Peranggi dan Goenawan Mohamad, juga “Sejuta Milyar Satu“ karya Eka Budianta, merupakan contoh Transendentalisme.

KOMEDIALISME
Penuh suasana ceria, kocak, menganggap hidup penuh optimisme dan rasa humor, berbeda dengan determinisme dan melankolisme yang pessimistis. Tetapi ia tidak identik dengan lawak. Gaya bahasa Mahbub Junaidi dan Slamet Suseno, bahkan Y.B. Mangunwijaya dalam “Puntung-puntung Rara Mendut“ mengacu ke sini. Drama “Tuan Kondektur“, “Pinangan“, “Orang-orang Kasar“ karya  Anton Chekov, “Kejarlah Daku kau Kutangkap“ karya Asrul Sani, novel “Dari Hari ke Hari“ karya Mahbub Junaidi, “Arjuna Mencari Cinta“ dan “Yudhistira Duda“ oleh Yudhistira Ardi Noegraha merupakan sebagian contoh komedialisme.

(Dari berbagai sumber, ditulis pertama kali 27 Juni 2007  – danriris)


Jadi bagaimana? 
Apakah KERLIPers sudah paham mengenai aliran dalam kesusastraan? 
Dengan penjelasan tadi kita sama sama berharap untuk bisa memahami aliran-aliran tersebut sehingga dapat menjadi pedoman kita untuk terus menghasilkan karya-karya yang baik di bidang seni.



"SATUKAN HATI SATUKAN JIWA SATUKAN CIPTA"




Taman Budaya Jambi

 Sering kita (KERLIPers) menginjakkan kaki di Taman Budaya Jambi untuk melakukan aktivitas seni. 
Tapi, adakah yang tahu bagaimana asal mula di bangunnya TBJ itu? 
dan apa sajakah yang ada di wilayah TBJ?
Untuk lebih lengkapnya, mari KERLIPers kita sama-sama membaca ulasan di bawah ini

Taman Budaya Jambi terbentuk atas dasar realisasi kesadaran akan pentingnya pembangunan yang berbudaya. Mengingat kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan dan sebagai media untuk pembentukan bangsa yang berbudaya, maka keberadaan Taman Budaya ini mutlak diperlukan.
Sebagai ‘art centre’, Taman Budaya membuka diri bagi aktivitas organisasi seni dan seniman. Sesuai dengan lingkup bidang pekerjaannya, yakni berupa penggalian dan penelitian, pendokumentasian, pelestarian/kaderisasi, pelatihan dan bimbingan kesenian sebagai wujud pemeliharaan khasanah kesenian yang dimiliki serta berupaya meningkatan apresiasi dan kreativitas, memupuk potensi seni budaya, mengolah dan melakukan eksperimentasi, studi banding/workshop dan diskusi, duta seni dan temu karya, festival, lomba dan sayembara seni untuk mengupayakan peningkatan mutu kesenian yang dimiliki serta tidak mengenyampingkan masalah penerbitan, pergelaran dan pameran, symposium, seminar dan ceramah, promosi dan sosialisasi, publikasi seni.

Setiap tahun Taman Budaya Jambi menyelenggarakan peristiwa kesenian dari berbagai bentuk seni pertunjukan baik itu tradisional maupun modern seperti tari, musik, teater, sastra dan pameran seni rupa. Bukan saja hanya terbatas pada kegiatan di dalam Provinsi Jambi, Taman Budaya  kerap menjadi penyelenggara dan penggagas berbagai peristiwa kesenian yang cukup fenomenal, seperti peristiwa Pameran Lukisan dan Dialog Perupa se-Sumatera (1993) yang menampilkan ekspresi seni rupa dari berbagai seniman di Sumatera, Temu Teater se-Sumatera (2000),  dan Temu Sastra Indonesia (2008).

Bagi yang ingin mengetahui proses penggarapan seni atau persiapan sebelum karya itu dipentaskan pada suatu kesempatan dapat menyaksikannya di institusi Taman Budaya ini. Demikian pula berbagai pergelaran seni pertunjukan, pameran, sarasehan dan diskusi serta workshop. Bahkan, hasil rekaman berupa audio maupun visual yang dapat diakses oleh berbagai kalangan. Selain itu, terdapat juga ruang perpustakaan yang meskipun koleksi bukunya terbatas tetapi dapat pula dimanfaatkan oleh para seniman Jambi dan dunia pendidikan (mahasiswa, guru kesenian, dan para tenaga pengajar di tingkat Perguruan Tinggi) untuk menambah perbendaharaan pengetahuan di bidang seni dan budaya. Hal ini penting dipahami karena Taman Budaya tidak hanya untuk dimanfaatkan bagi sekelompok orang saja melainkan dapat dimanfaatkan bagi siapapun sepanjang itu dipergunakan untuk peristiwa kesenian.

Ketika hubungan antar seniman dan kelompok kesenian itu  terbangun, maka  Taman Budaya dapat menjadi ‘rumah seniman’, sehingga keberadaannya dapat menjadi ruang komunikasi, tempat bertemu dan ajang tampilnya berbagai eksplorasi seni dan bukan sebagai bangunan yang terasing bagi kehidupan kesenian.
Sarana dan Prasarana

Untuk lebih memotivasi gairah aktivitas berkesenian di Provinsi Jambi, serta meningkatkan mutu pelaku seni dan seniman, TBJ mempunyai beberapa sarana gedung pertunjukan, yakni;

-    1 bh Gedung Prosenium yang kesemuanya berkapasitas sekitas 500 orang dilengkapi dengan kamar ganti, kamar kecil (WC) dan perangkat soundsytem-lighting
-    1 bh Open Stage, (dalam tahap renovasi)
-    3 bh Gazebo (1 bh ukuran besar dan  2 bh ukuran kecil),
-    1 bh Galery

Ruang kegiatan berkesenian;

-    1 bh ruang perpustakaan
-    1 bh ruang latihan tari/musik
-    1 bh ruang kegiatan belajar/diskusi
-    2 bh ruang audio-visual (dokumentasi)
-    1 bh bangunan untuk serbaguna (secretariat kelompok kerja)

disamping itu TBJ memiliki wisma yang memuat 60 orang, berjumlah 15 kamar, 5 diantaranya VIP, dilengkapi ruang dapur, taman, dan loby.


(disadur dari : http://tamanbudayajambi.com/ver1/content/blogcategory/0/40/ )



Ulasan ini diterbitkan agar KERLIPers setidaknya tahu sedikit tentang seluk beluk dari Taman Budaya Jambi.
Jangan hanya KERLIPers bisa datang lalu beraktivitas dan kemudian pulang.
-semoga bermanfaat-



Satukan Hati Satukan Jiwa Satukan Cipta

Pesan Untukmu


sebagian pesan yang terkumpul untukmu, dan pasti masih banyak lagi



(BY) banyak duka melanda di indonesia.
Jangan pernah lupakan Tuhan kita 
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(Bg An) Atas nama kelarga besar kerlip, sama2 kita tundukkan kepala mengirim do'a kepada alm. Iqbal Adheka Pratama, semoga Iqbal mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT. Iqbal adalah generasi kedua Musikalisasi Puisi Kerlip yang dengannya, MP kerlip telah meletakkan momentum bagi pergerakan musikalisasi puisi kerlip pada ciri dan warnanya. Selamat Jalan Iqbal, untuk menghormati Alm. Iqbal kita nyatakan Kerlip Berkabung, mengheningkan aktifitas selama 2 minggu penuh.
In Memoriem : Iqbal Adheka Pratama . Selamat Jalan Iqbal, selamat berjumpa Pemilik Kehidupan Sesungguhnya. Aku percaya Surga menantimu, Kau orang baik, yang tabah menjalani setiap detik hidupmu yang berat. Aku Percaya Allah telah menyediakan tempat yang baik untukmu. Suatu saat nanti, kita pasti bisa main gitar sama2 di surga, bersama Medi Saputra Andreas T. Tampubolon Merdu Silta Wenti Vanni Putri Pratiwi dan kawan2 lain. Bravo Bro... KERLIP mengukir namamu dengan tinta emas..
kalau kita cinta padanya.. mari sering sering kirim alfatehah..
Ada airmata nikmat, adapula airmata dilaknati, ada ajal yang harus dicintai dan mana yang tak perlu disembah. Selamat jalan sahabat/adik/murid/ partner/ orang yang tenang dan sabar dalam setiap detik hidupnya, kami mendoakanmu, semoga tenang disisinya.. Amin. Alfatihah... (aku percaya engkau membaca pesan ini dari jauh)...
Meskipun dia muda, tapi bayak hal yang aku bisa belajar darinya : "ketulusan", "ketenangan", "rendah hati", dan "sikap santun" yang sulit diukur. Dia masih muda, anak baik, yang tabah menjalani tahun2 terakhir dalam hidupnya. Selamat Jalan Iqbal, Surga menunggu orang orang baik sepertimu. Aku percaya, dan rasa2nya telah menyaksikan engkau tersenyum manis dalam rumah ampunan Allah. Iqbal Adheka Pratama ; adik, murid, sahabat, mitra. Teramat sering kita bersama, dan kini... dia terpilih. /Sehelai daun di Sidrat telah jatuh/ Bidadari menunggu dari segala pintu / Kau yang tenang, tidurlah dengan tenang / Suka dukamu kini telah sampai pada alamat paling cemerlang /
Sehelai daun di Sidrat telah jatuh/ Bidadari menunggu dari segala pintu / Kau yang tenang, tidurlah dengan tenang / Suka dukamu kini telah sampai pada alamat paling cemerlang /
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(tita) kamu pasti senang di surga IQBAL ADHEKA PRATAMA terimakasih sudah mengenalkanku sebuah persahabatan :')
Selamat jalan :')
Terimakasih atas persahabatan kita
Yang tenang yaa disurga
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 (andara) Karena Tuhan selalu bersama orang-orang yang baik, dan di tiap pertemuan pasti ada perpisahan. Rest In Peace kawan, wish you get a better place there. Amin
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(putri nyai) Adikku..
Selamat jalan ya, kamu pasti selalu terkenang di hati kakak. Dan di hati sahabat2mu semua :)
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(bg eka) dapat pesan inbox dari Andreas T. Tampubolon : iqbal meninggal bang..
Innalillahi wa innailaihi roji'un,
Selamat jalan sahabat, Iqbal Adheka Pratama ( anggota Sanggar Seni KERLIP ),
semoga kau tenang disisiNya..amiin..
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(putri p) Selamat jalan Iqbal Adheka Pratama,, tenang di sana ya sobat..
trimakasih telah berbagi kebahagiaan dan kesedihan bersama ku selama ini...
pasti aku sangat merindukan saat2 bersama mu :')
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(k' rida) adekkk
walaupun kakak agak2 lupa tapi kka doakan smga tenang disana. Smga Allah memberikan sebongkah tempat terindahNya buat adek amiiin :')
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(ririn) Slmt jalan tman baikku,
smga engkau ditempatkan di surga yg terindah di sisiNy sobat.. ;')
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(mora) selamat jalaniqbal, temanku bermain dari kecil sampai saat iini, teman berbagi suka dan duka, semoga amal ibadahmu di terima disisi allah ya bal, amiiiin :')
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(papa yoga) Yoga Julestama:"Bal, kalau maen jangan malu-malau, harus total. Kalau pemusiknya total, aktornya juga bakal dapet energi totalnya,"
Iqbal Adheka Pratama:"Yo bang,,eh pa."
Komunikasi yang sering saya lakukan dengan Iqbal. Terakhir pas kita latihan teater "Bujang Nak Kawen" untuk pentas di Jakarta.
Ciri khas Almarhum kalau manggil saya sering lupa, kadang manggil abang kadang manggil papa.
Semua akan tiba pada waktunya. Selamat jalan Iqbal, semoga amal ibadahmu diterima disisi Allah SWT..Aamiin.
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(k' pensi) I miss you my brother :'( Iqbal Adheka Pratama :'(
I swear, there is no other chance for me to be with u. So, pls take away my love with you where ever you want to go. Take it as your beloved friend. Oh, wish I could kiss and hug u one last time. RIP
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(tiara) Semoga pak hamdani bisa tabah ya dek...
Yang tenang disana...
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(inta) selamat jalan iqbal, teman kami trcinta. tenanglah d rumah Allah ya :') u r nice boy.
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(fajar) selamat jalan kawan ...
padahal baru kmarin rasonyo kito main gitar smo"
:'(
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(medi) maaf teman, aku belum bisa memasuki dunia maya untuk menyampaikan pesanku kepadamu.
Hanya doa yang dapat kupanjatkan dari sini karena hari ku juga lagi dilanda kesibukkan.
:')
malam ini aku bisa memasuki dunia maya, dunia yang saat ini tengah kau jalani teman. aku yakin kau membaca apa yang aku tulis. maaf aku tidak bisa menghadiri prosesi pemakamanmu. tapi doa kupanjatkan dari sini untukmu, dan ku yakin kau pasti tahu itu teman.
dan sekarang aku tengah berjuang untuk cita-cita kita bersama. temani aku teman di hari-hariku. kini hanya namamu yang bisa kukenang yang akan menjadi sebutir penyemangatku.
tenanglah disana :')
 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(k' ana) ternyata ulang tahun kita cuma beda sehari adikku sayang...
semoga adikku tersayang Iqbal Adheka Pratama mendapat yang tempat terbaik dan terindah di sisi Allah SWT...
kusaksikan tadi ia beristirahat dengan senyum yang menawan,
keikhlasan dan ketegaran jadi hiasan tak tergantikan diwajahnya..
air haru karena kehilanganmu mengalir bersama doa dari relungku untukmu sayang...
selamat beristirahat dek..
kami akan selalu mengenangmu....;-)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(dhea) Sahabat saya, sahabat kita semua telah sempurna menjejaki belahan lain dari dunia.  
Iqbal Adheka Pratama

Ia mengidap penyakit Oesteosarkoma atau kanker tulang. Beberapa bulan sudah dilewati dan penyakit itu semakin menyebar, kemo telah dilakukan. Tapi tidak membuahkan hasil yang memuaskan, ia terpaksa memilih pilihan terakhir. Kehilangan sesuatu yang membuatnya bisa berjalan, ia diamputasi.

Ia terus berjuang. Semangat dan usahanya tidak bisa diremehkan. Ternyata penyakit itu sudah menyebar ke atas, menjadi benalu dalam tubuhnya. Tapi dia cukup kuat dan tangguh.

Selama dia sakit, saya tidak pernah berbicara secara langsung dengannya. Hanya sekedar pesan singkat dan itu sangat jarang

Iqbal, selalu mengatakan bahwa saya bisa menjadi yang terbaik. Dan kali ini biarkan saya katakan, bahwa Iqbal adalah sahabat yang terbaik.

Hari ini kita kehilangan sahabat kita, tidak bisa melihat wajahnya, menatap matanya, mendengar suaranya.Tapi kita tidak pernah kehilangan ingatan tentangnya, tidak pernah kehilangan semangat dan tentu saja ceritanya selalu ada di antara kita.

Di sini saya menuliskan namanya, membiarkannya tetap hidup dalam hati kita semua.

Iqbal Adheka Pratama.
 
 
 SATUKAN HATI SATUKAN JIWA SATUKAN CIPTA

Selamat Jalan Iqbal


Masih Ingatkah Kalian 
Dengan Sajak Dari Timur Laut Ernesto Ini?


Sebuah Sajak untuk adikku, Iqbal Adheka Pratama*

Belum Usai Perjalanan

Belum usai perjalanan kita
sepotong siang, selebihnya senja
huruf huruf berjumlah dua enam
satu persatu diambil, menjadilah namamu

belajar mengeja bait bait hidup
hidup sesungguhnya mengeja kesabaran
huruf dan angka menjadi puisi,
puisi menjadi indah kala kau petik jarimu, kesukaanku

begitulah sahabat
sehari sebelum waktu
burung burung terbang berlalu
kebesaran langit – keagungan pembuatnya

adakalanya aku menunggu, adakalanya aku rindu
di senja kita bersama, di langit mana kita pernah bermesta

mengeja bait bait hidup
aku bayangkan jiwamu yang tenang,
tenang seperti ladang,
ladang ketegaran penuh kau, penuh aku.

Mengeja bait bait hidup
Esok belum pernah selesai, kawan.
Matahari kesabaran
masih bertahta di halaman Tuhan.

2011



*dia seorang teman.
kami sama2 jadi mahasiswa
di universitas kehidupan.

Lihat judul,
kini perjalanan telah usai
Lihat kutipan terakhir, 
sekarang dia adalah teman 
tapi tidak lagi sama2 jadi mahasiswa di universitas kehidupan 


Selamat Jalan Kawan
Kenangan Kita Akan Selalu Terkenang
Hati, Jiwa, dan Cipta Kita Telah Menyatu


Para Penulis Angkatan Balai Pustaka

Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" oleh sebab banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.
Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulis-penulis lainnya pada masa itu.


Untuk para KERLIPers, inilah para penulis-penulis pada masa Angkatan Balai Pustaka. 

 ------------------------------------------------------------------------------------

Abdoel Moeis 

(lahir di Sungai Puar, Bukittinggi, Sumatera Barat, 3 Juli 1883 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota Volksraad pada tahun 1918 mewakili Centraal Sarekat Islam. Ia dimakamkan di TMP Cikutra - Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959)

Karier 

Dia pernah bekerja sebagai klerk di Departemen Buderwijs en Eredienst dan menjadi wartawan di Bandung pada surat kabar Belanda, Preanger Bode dan majalah Neraca pimpinan Haji Agus Salim. Dia sempat menjadi Pemimpin Redaksi Kaoem Moeda Kaoem Kita pada 1924. Selain itu ia juga pernah aktif dalam Sarekat Islam dan pernah menjadi anggota Volksraad yang pertama (1920-1923). Setelah kemerdekaan, ia turut membantu mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan sebelum mendirikan surat kabar

Riwayat Perjuangan

  • Mengecam tulisan orang-orang Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia melalui tulisannya di harian berbahasa Belanda, De Express
  • Pada tahun 1913, menentang rencana pemerintah Belanda dalam mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis melalui Komite Bumiputera bersama dengan Ki Hadjar Dewantara
  • Pada tahun 1922, memimpin pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta sehingga ia diasingkan ke Garut, Jawa Barat
  • Mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda dalam pendirian Technische Hooge School - Institut Teknologi Bandung (ITB)
Karya Sastra
  • Salah Asuhan (novel, 1928, difilmkan Asrul Sani, 1972),diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robin Susanto dan diterbitkan dengan judul Never the Twain oleh Lontar Foundation sebagai salah satu seri Modern Library of Indonesia
  • Pertemuan Jodoh (novel, 1933)
  • Surapati (novel, 1950)
  • Robert Anak Surapati(novel, 1953)
 ---------------------------------------------------------------------------------------------

Marah Roesli 

atau sering kali dieja Marah Rusli (lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Agustus 1889 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 17 Januari 1968 pada umur 78 tahun) adalah sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka. Keterkenalannya karena karyanya Siti Nurbaya (roman) yang diterbitkan pada tahun 1920 sangat banyak dibicarakan orang, bahkan sampai kini. Siti Nurbaya telah melegenda, wanita yang dipaksa kawin oleh orang tuanya, dengan lelaki yang tidak diinginkannya

Riwayat

Marah Rusli, sang sastrawan itu, bernama lengkap Marah Rusli bin Abu Bakar. Ia dilahirkan di Padang pada tanggal 7 Agustus 1889. Ayahnya, Sultan Abu Bakar, adalah seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran. Ayahnya bekerja sebagai demang. Marah Rusli mengawini gadis Sunda kelahiran Buitenzorg (kini Bogor) pada tahun 1911. Mereka dikaruniai tiga orang anak, dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Perkawinan Marah Rusli dengan gadis Sunda bukanlah perkawinan yang diinginkan oleh orang tua Marah Rusli, tetapi Marah Rusli kokoh pada sikapnya, dan ia tetap mempertahankan perkawinannya.
Meski lebih terkenal sebagai sastrawan, Marah Rusli sebenarnya adalah dokter hewan. Berbeda dengan Taufiq Ismail dan Asrul Sani yang memang benar-benar meninggalkan profesinya sebagai dokter hewan karena memilih menjadi penyair, Marah Rusli tetap menekuni profesinya sebagai dokter hewan hingga pensiun pada tahun 1952 dengan jabatan terakhir Dokter Hewan Kepala. Kesukaan Marah Rusli terhadap kesusastraan sudah tumbuh sejak ia masih kecil. Ia sangat senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba, tukang dongeng di Sumatera Barat yang berkeliling kampung menjual ceritanya, dan membaca buku-buku sastra. Marah Rusli meninggal pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung dan dimakamkan di Bogor, Jawa Barat. Marah Roesli adalah kakek dari Harry Roesli, pemusik kontemporer Indonesia

Kiprah

Dalam sejarah sastra Indonesia, Marah Rusli tercatat sebagai pengarang roman yang pertama dan diberi gelar oleh H.B. Jassin sebagai Bapak Roman Modern Indonesia. Sebelum muncul bentuk roman di Indonesia, bentuk prosa yang biasanya digunakan adalah hikayat.
Marah Rusli berpendidikan tinggi dan buku-buku bacaannya banyak yang berasal dari Barat yang menggambarkan kemajuan zaman. Ia kemudian melihat bahwa adat yang melingkupinya tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Hal itu melahirkan pemberontakan dalam hatinya yang dituangkannya ke dalam karyanya, Siti Nurbaya. Ia ingin melepaskan masyarakatnya dari belenggu adat yang tidak memberi kesempatan bagi yang muda untuk menyatakan pendapat atau keinginannya.
Dalam Siti Nurbaya, telah diletakkan landasan pemikiran yang mengarah pada emansipasi wanita. Cerita itu membuat wanita mulai memikirkan akan hak-haknya, apakah ia hanya menyerah karena tuntutan adat (dan tekanan orang tua) ataukah ia harus mempertahankan yang diinginkannya. Ceritanya menggugah dan meninggalkan kesan yang mendalam kepada pembacanya. Kesan itulah yang terus melekat hingga sampai kini. Setelah lebih delapan puluh tahun novel itu dilahirkan, Siti Nurbaya tetap diingat dan dibicarakan.
Selain Siti Nurbaya, Marah Rusli juga menulis beberapa roman lainnya. Akan tetapi, Siti Nurbaya itulah yang terbaik. Roman itu mendapat hadiah tahunan dalam bidang sastra dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1969 dan diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia.

Bibliografi

  • Siti Nurbaya. Trapoh : Balai Desa. 1920 mendapat hadiah dari Pemerintah RI tahun 1969.
  • Lasmi. Gumbeng : Balai Pustaka. 1924.
  • Anak dan Kemenakan. Jakarta : Balai Pustaka. 1956.
  • Memang Jodoh (naskah roman dan otobiografis)
  • Tesna Zahera (naskah Roman)
----------------------------------------------------------------------------------------

Merari Siregar 

(lahir di Sipirok, Sumatera Utara pada 13 Juli 1896 dan wafat di Kalianget, Madura, Jawa Timur pada 23 April 1941) adalah sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka.
Merari Siregar pernah bersekolah di Kweekschool Oost en West di Gunung Sahari, Jakarta. Pada tahun 1923, dia bersekolah di sekolah swasta yang didirikan oleh vereeniging tot van Oost en West, yang pada masa itu merupakan organisasi yang aktif memperakiekkan politik etis Belanda.
Setelah lulus sekolah Merari Siregar bekerja sebagai guru bantu di Medan. Kemudian dia pindah ke Jakarta dan bekerja di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo).Terakhir dia pindah ke Kalianget, Madura, tempat ia bekerja di Opium end Zouregie sampai akhir hayatnya.
Novel Azab dan Sengsara karangannya merupakan roman yang pertama diterbitkan oleh Balai Pustaka.

Karya

Novel :

  1. Azab dan Sengsara. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. 1 tahun 1920,Cet.4 1965.
  2. Binasa Karena Gadis Priangan. Jakarta: Balai Pustaka 1931.
  3. Cerita tentang Busuk dan Wanginya Kota Betawi. Jakarta: Balai Pustaka 1924.
  4. Cinta dan Hawa Nafsu. Jakarta: t.th.

---------------------------------------------------------------------------------

Mr. Prof. Muhammad Yamin, SH 

(lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903 – meninggal di Jakarta, 17 Oktober 1962 pada umur 59 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Talawi, Sawahlunto
Beliau merupakan salah satu perintis puisi modern di Indonesia, serta juga 'pencipta mitos' yang utama kepada Presiden Sukarno.

Biografi

Kesusasteraan

Dilahirkan di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Yamin memulai karier sebagai seorang penulis pada dekade 1920-an semasa dunia sastra Indonesia mengalami perkembangan. Karya-karya pertamanya ditulis dalam bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatera,  sebuah jurnal berbahasa Belanda, pada tahun 1920. Karya-karyanya yang awal masih terikat kepada bentuk-bentuk bahasa Melayu Klasik.
Pada tahun 1922, Yamin muncul buat pertama kali sebagai penyair dengan puisinya, Tanah Air ; maksud "tanah air"-nya ialah Sumatera. Tanah Air merupakan himpunan puisi modern Melayu yang pertama yang pernah diterbitkan. Sitti Nurbaya, novel modern pertama dalam bahasa Melayu juga muncul pada tahun yang sama, tetapi ditulis oleh Marah Rusli yang juga merupakan seorang Minangkabau. Karya-karya Rusli mengalami masa kepopuleran selama sepuluh tahun .
Himpunan Yamin yang kedua, Tumpah Darahku, muncul pada 28 Oktober 1928. Karya ini amat penting dari segi sejarah karena pada waktu itulah, Yamin dan beberapa orang pejuang kebangsaan memutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang tunggal. Dramanya, Ken Arok dan Ken Dedes yang berdasarkan sejarah Jawa muncul juga pada tahun yang sama. Antara akhir dekade 1920-an sehingga tahun 1933, Roestam Effendi, Sanusi Pane, dan Sutan Takdir Alisjahbana merupakan pionir-pionir utama bahasa Melayu-Indonesia dan kesusasteraannya.
Walaupun Yamin melakukan banyak eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya, dia masih lebih menepati norma-norma klasik bahasa Melayu, berbanding dengan generasi-generasi penulis yang lebih muda. Ia juga menerbitkan banyak drama, esei, novel sejarah dan puisi yang lain, serta juga menterjemahkan karya-karya William Shakespeare (drama Julius Caesar) dan Rabindranath Tagore.

Politik

Pada tahun 1932, Yamin memperoleh ijazahnya dalam bidang hukum di Jakarta. Ia kemudian bekerja dalam bidang hukum di Jakarta sehingga tahun 1942. Karier politiknya dimulai dan beliau giat dalam gerakan-gerakan nasionalis. Pada tahun 1928, Kongres Pemuda II menetapkan bahasa Indonesia, yang berasal dari bahasa Melayu, sebagai bahasa gerakan nasionalis Indonesia. Melalui pertubuhan Indonesia Muda, Yamin mendesak supaya bahasa Indonesia dijadikan asas untuk sebuah bahasa kebangsaan. Oleh itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi serta alat utama dalam kesusasteraan inovatif.
Semasa pendudukan Jepang antara tahun 1942 dan 1945, Yamin bertugas pada Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang disokong oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1945, beliau mencadangkan bahwa sebuah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) diasaskan serta juga bahwa negara yang baru mencakup Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor Portugis, serta juga kesemua wilayah Hindia Belanda. Sukarno yang juga merupakan anggota BPUPK menyokong Yamin. Sukarno menjadi presiden Republik Indonesia yang pertama pada tahun 1945, dan Yamin dilantik untuk jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahannya.
Yamin meninggal dunia di Jakarta dan dikebumikan di Talawi, sebuah kota kecamatan yang terletak 20 kilometer dari ibu kota Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat.

Karya

  • Tanah Air (puisi), 1922
  • Indonesia, Tumpah Darahku, 1928
  • Ken Arok dan Ken Dedes (drama), 1934
  • Sedjarah Peperangan Dipanegara , 1945
  • Gadjah Mada (novel), 1948
  • Revolusi Amerika, 1951
 ------------------------------------------------------------------------------------

Nur Sutan Iskandar 

(lahir di Sungai Batang, Sumatera Barat, 3 November 1893 – meninggal di Jakarta, 28 November 1975 pada umur 82 tahun) adalah sastrawan Angkatan Balai Pustaka.
Nur Sutan Iskandar memiliki nama asli Muhammad Nur. Seperti umumnya lelaki Minangkabau lainnya Muhammad Nur mendapat gelar ketika menikah. Gelar Sutan Iskandar yang diperolehnya kemudian dipadukan dengan nama aslinya dan Muhammad Nur pun lebih dikenal sebagai Nur Sutan Iskandar sampai sekarang.
Setelah menamatkan sekolah rakyat pada tahun 1909 Nur Sutan Iskandar bekerja sebagai guru bantu. Pada tahun 1919 ia hijrah ke Jakarta. Di sana ia bekerja di Balai Pustaka, pertama kali sebagai korektor naskah karangan sampai akhirnya menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925-1942). Kemudian ia diangkat menjadi Kepala Pengarang Balai Pustaka, yang dijabatnya 1942-1945.
Nur Sutan Iskandar tercatat sebagai sastrawan terproduktif di angkatannya. Selain mengarang karya asli ia juga menyadur dan menerjemahkan buku-buku karya pengarang asing seperti Alexandre Dumas, H. Rider Haggard dan Arthur Conan Doyle.

Bibliografi

  1. Apa Dayaku karena Aku Perempuan (Jakarta: Balai Pustaka, 1923)
  2. Cinta yang Membawa Maut (Jakarta: Balai Pustaka, 1926)
  3. Salah Pilih (Jakarta: Balai Pustaka, 1928)
  4. Abu Nawas (Jakarta: Balai Pustaka, 1929)
  5. Karena Mentua (Jakarta: Balai Pustaka, 1932)
  6. Tuba Dibalas dengan Susu (Jakarta: Balai Pustaka, 1933)
  7. Dewi Rimba (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)
  8. Hulubalang Raja (Jakarta: Balai Pustaka, 1934)
  9. Katak Hendak Jadi Lembu (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)
  10. Neraka Dunia (Jakarta: Balai Pustaka, 1937)
  11. Cinta dan Kewajiban (Jakarta: Balai Pustaka, 1941)
  12. Jangir Bali (Jakarta: Balai Pustaka, 1942)
  13. Cinta Tanah Air (Jakarta: Balai Pustaka, 1944)
  14. Cobaan (Turun ke Desa) (Jakarta: Balai Pustaka, 1946)
  15. Mutiara (Jakarta: Balai Pustaka, 1946)
  16. Pengalaman Masa Kecil (Jakarta: Balai Pustaka, 1949)
  17. Ujian Masa (Jakarta: JB Wolters, 1952, cetakan ulang)
  18. Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas II (Jakarta: JB Wolters, 1952)
  19. Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas III (Jakarta: JB Wolters, 1952)
  20. Peribahasa (Karya bersama dengan K. Sutan Pamuncak dan Aman Datuk Majoindo. Jakarta: JB Wolters, 1946)
  21. Sesalam Kawin (t.t.)

---------------------------------------------------------------------------- 

Tulis Sutan Sati 

(Fort de Kock (kini Bukittinggi, Sumatra Barat, 1898 - 1942) adalah penyair dan sastrawan Indonesia Angkatan Balai Pustaka.

Karya

  • Tak Disangka (1923)
  • Sengsara Membawa Nikmat (1928)
  • Syair Rosina (1933)
  • Tjerita Si Umbut Muda (1935)
  • Tidak Membalas Guna
  • Memutuskan Pertalian (1978)
  • Sabai nan Aluih: cerita Minangkabau lama (1954)

----------------------------------------------------------------------------------

Abas Soetan Pamoentjak

tidak ada keterangan lebih lengkap, yang ada hanya satu karyanya yaiut "Pertemuan" (1927)
-----------------------------------------------------------------------------------


 Djamaluddin Adinegoro 

(lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, 14 Agustus 1904 – meninggal di Jakarta, 8 Januari 1967 pada umur 62 tahun) adalah sastrawan Indonesia dan wartawan kawakan. Ia berpendidikan STOVIA (1918-1925) dan pernah memperdalam pengetahuan mengenai jurnalistik, geografi, kartografi, dan geopolitik di Jerman dan Belanda (1926-1930).
Nama aslinya sebenarnya bukan Adinegoro, melainkan Djamaluddin gelar Datuk Maradjo Sutan. Ia adalah adik sastrawan Muhammad Yamin. Mereka saudara satu bapak, tetapi lain ibu. Ayah Adinegoro bernama Usman gelar Baginda Chatib dan ibunya bernama Sadarijah, sedangkan nama ibu Muhammad Yamin adalah Rohimah. Ia memiliki seorang istri bernama Alidas yang berasal dari Sulit Air, X Koto Diatas, Solok, Sumatera Barat.

Masa muda

Adinegoro terpaksa memakai nama samaran karena ketika bersekolah di STOVIA ia tidak diperbolehkan menulis. Padahal, pada saat itu keinginannya menulis sangat tinggi. Maka digunakan nama samaran Adinegoro tersebut sebagai identitasnya yang baru. Ia pun bisa menyalurkan keinginannya untuk mempublikasikan tulisannya tanpa diketahui orang bahwa Adinegoro itu adalah Djamaluddin gelar Datuk Madjo. Oleh karena itulah, nama Adinegoro sebagai sastrawan lebih terkenal daripada nama aslinya, Djamaluddin.
Adinegoro sempat mengenyam pendidikan selama empat tahun di Berlin, Jerman. Ia mendalami masalah jurnalistik di sana. Selain itu, ia juga mempelajari kartografi, geografi, politik, dan geopolitik. Tentu saja, pengalaman belajar di Jerman itu sangat banyak menambah pengetahuan dan wawasannya, terutama di bidang jurnalistik. Adinegoro, memang, lebih dikenal sebagai wartawan daripada sastrawan.
Ia memulai kariernya sebagai wartawan di majalah Caya Hindia, sebagai pembantu tetap. Setiap minggu ia menulis artikel tentang masalah luar negeri di majalah tersebut. Ketika belajar di luar negeri (1926—1930), ia nyambi menjadi wartawan bebas pada surat kabar Pewarta Deli (Medan), Bintang Timur, dan Panji Pustaka (Batavia).
Setelah kembali ke tanah air, Adinegoro memimpin majalah Panji Pustaka pada tahun 1931. Akan tetapi, ia tidak bertahan lama di sana, hanya enam bulan. Sesudah itu, ia memimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan (1932—1942). Ia juga pernah memimpin Sumatra Shimbun selama dua tahun. Kemudian, bersama Prof. Dr. Supomo, ia memimpin majalah Mimbar Indonesia (1948—1950). Selanjutnya, ia memimpin Yayasan Pers Biro Indonesia (1951). Terakhir, ia bekerja di Kantor Berita Nasional (kemudian menjadi LKBN Antara). Sampai akhir hayatnya Adinegoro mengabdi di kantor berita tersebut.
Ia ikut mendirikan Perguruan Tinggi Jurnalistik di Jakarta dan Fakultas Publisistik dan Jurnalistik Universitas Padjadjaran. Ia juga pernah menjadi Tjuo Sangi In (semacam Dewan Rakyat) yang dibentuk Jepang (1942-1945), anggota Dewan Perancang Nasional, anggota MPRS, Ketua Dewan Komisaris Penerbit Gunung Agung, dan Presiden Komisaris LKBN Antara.

Karya

Dua buah novel Adinegoro yang terkenal (keduanya dibuat pada tahun 1928), yang membuat namanya sejajar dengan nama-nama novelis besar Indonesia lainnya, adalah Asmara Jaya dan Darah Muda. Ajip Rosidi dalam buku Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1982), mengatakan bahwa Adinegoro merupakan pengarang Indonesia yang berani melangkah lebih jauh menentang adat kuno yang berlaku dalam perkawinan. Dalam kedua romannya Adinegoro bukan hanya menentang adat kuno tersebut, melainkan juga dengan berani memenangkan pihak kaum muda yang menentang adat kuno itu yang dijalankan oleh pihak kaum tua.
Di samping kedua novel itu, Adinegoro juga menulis novel lainnya, yaitu Melawat ke Barat, yang merupakan kisah perjalanannya ke Eropa. Kisah perjalanan ini diterbitkan pada tahun 1930.
Selain itu, ia juga terlibat dalam polemik kebudayaan yang terjadi sekitar tahun 1935. Esainya, yang merupakan tanggapan polemik waktu itu, berjudul "Kritik atas Kritik" terhimpun dalam Polemik Kebudayaan yang disunting oleh Achdiat K. Mihardja (1977). Dalam esainya itu, Adinegoro beranggapan bahwa suatu kultur tidak dapat dipindah-pindahkan karena pada tiap bangsa telah melekat tabiat dan pembawaan khas, yang tak dapat ditiru oleh orang lain. Ia memberikan perbandingan yang menyatakan bahwa suatu pohon rambutan tidak akan menghasilkan buah mangga, dan demikian pun sebaliknya.
Pada tahun 1950, atas ajakan koleganya Mattheus van Randwijk, Adinegoro membuat atlas pertama berbahasa Indonesia. Atlas tersebut dibuat dari Amsterdam, Belanda bersama Adam Bachtiar dan Sutopo. Dari mereka bertiga, terbitlah buku Atlas Semesta Dunia pada tahun 1952. Inilah atlas pertama yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia sejak Indonesia merdeka. Pada tahun yang sama setelah atlas itu muncul, mereka juga menerbitkan Atlas Semesta Dunia untuk sekolah lanjutan.

Buku

  • Revolusi dan Kebudayaan (1954)
  • Ensiklopedia Umum dalam Bahasa Indonesia (1954),
  • Ilmu Karang-mengarang
  • Falsafah Ratu Dunia

Novel

  • Darah Muda. Batavia Centrum : Balai Pustaka. 1931
  • Asmara Jaya. Batavia Centrum : Balai Pustaka. 1932.
  • Melawat ke Barat. Jakarta : Balai Pustaka. 1950.

Cerita pendek

  • Bayati es Kopyor. Varia. No. 278. Th. Ke-6. 1961, hlm. 3—4, 32.
  • Etsuko. Varia. No. 278. Th. Ke-6. 1961. hlm. 2—3, 31
  • Lukisan Rumah Kami. Djaja. No. 83. Th. Ke-2. 1963. hlm. 17—18.
  • Nyanyian Bulan April. Varia. No. 293. Th. Ke-6. 1963. hlm. 2-3 dan 31—32.

-------------------------------------------------------------------------------------

 
Aman Datuk Madjoindo 

lahir di Supayang, Solok, Sumatera Barat, 5 Maret 1896 – meninggal di Sirukam, Solok, Sumatera Barat, 5 September 1969 pada umur 73 tahun) adalah sastrawan Angkatan Balai Pustaka.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah Si Doel Anak Betawi, yang kemudian dijadikan film Si Doel Anak Betawi oleh sutradara Syumanjaya, dan menjadi inspirasi sinetron Si Doel Anak Sekolahan.

Pendidikan dan karier

Aman pernah mengenyam pendidikan di HIS di Solok, serta Kweekschool (Sekolah Raja) di Bukittinggi. Setelah lulus sekolah dia sempat menjadi guru di Padang di tahun 1919 sebelum pindah ke Jakarta dan bekerja di Balai Pustaka pada tahun 1920.
Pada awal masuk Balai Pustaka Aman pertama kali bekerja sebagai sebagai korektor, sebelum menjadi ajudan redaktur dan kemudian redaktur. Dia juga pernah menjabat direktur penerbit Balai Pustaka.

Karya

Ada lebih 20 buku yang telah dikarang Aman Datuk Madjoindo. Si Doel Anak Betawi ditulis pada tahun 1956. Namun jauh dia sebelumnya telah menulis berbagai cerita lain, di antaranya Menebus dosa (1932), Rusmala Dewi (1932, bersama S. Hardjosoemarto), Sebabnya Rafiah Tersesat (1934, bersama S. Hardjosoemarto), Si Cebol Rindukan Bulan (1934), Perbuatan Dukun (1935), Sampaikan Salamku Kepadanya (1935).
Selain cerita Aman juga menulis karya Melayu lama berbentuk syair dan hikayat. Syair-syairnya antara lain Syair Si Banto Urai (1931) dan Syair Gul Bakawali (1936)
Karya-karya yang berbentuk hikayat adalah Cerita Malin Deman dan Puteri Bungsu (1932), Cindur Mata (1951), Hikayat Si Miskin (1958), Hikayat Lima Tumenggung (1958).
Dia juga menyelenggarakan penerbitan edisi Sejarah Melayu pada 1959.

  -----------------------------------------------------------------------------------

Sekian dan terima kasih. 
Semoga bermanfaat untuk KERLIPers semua.



Satukan Hati Satukan Jiwa Satukan Cipta